Majalah Khittah Headline Animator

Minggu, 05 Agustus 2007

Berhasil Meningkatkan Jumlah Orang Miskin


Tanyakan pada orang miskin,
apa yang menyebabkan mereka
menjadi orang miskin. Lalu,
baru carikan jalan keluarnya
agar ia keluar dari kubangan
kemiskinan. Demikian sebuah
lontaran keras dalam sebuah
diskusi di lembaga swadaya
masyarakat.
Pertanyaan diatas memang menggugah naluri kemanusiaan kita: benarkah orang-orang menjadi miskin karena taqdir. Pengemis di jalanan itu, dalam kacamata ini, nampak telah ditakdirkan oleh Allah Swt. Jawaban ini tentu tidak memuaskan kita. Karena, kalau benar itu taqdir, bukankah kita bisa beralih pada taqdir yang lain, seperti dikatakan Umar bin Khattab.
Sebagian orang menduga bahwa penyebab kemiskinan adalah kemalasan. Mereka menjadi miskin karena malas bekerja. Karena itu, yang dibutuhkan adalah prestasi. Hanya dengan prestasi, mereka akan keluar dari kubangan kemiskinan. Tapi, benarkah seorang petani yang tiap hari bekerja mulai jam 07.00 pagi hingga 04.00 sore, adalah orangorang yang malas bekerja. Sangat naif jika kita mengatakan mereka malas bekerja. Mereka adalah pekerja keras yang tidak mengenal lelah agar mendapat hasil panen yang melimpah. Jawaban orang miskin adalah karena malas, dengan demikian tidak memadai.
Jawaban yang paling tepat, adalah bahwa kemiskinan terjadi karena proses pemiskinan. Ada design atau rekayasauntuk membuat orang-orang tetap menjadi miskin. Menjadi orang miskin dengan demikian terjadi dengan sendirinya, tapi itu dibuat dalam skenario besar. Rekayasa ini bisa berupa harga pupuk dan benih yang mahal. Namun, juga bisa dengan harga gabah yang rendah. Tentu, ini berkait-erat dengan kebijakan pemerintah yang terkait. Orang tiba-tiba bisa menjadi miskin karena pemerintah menaikkan harga BBM. Petani bisa menjadi bangkrut
karena pemerintah mencopot subsidi pupuk. Demikian seterusnya.
Ironisnya, kebijakan penguasa selama ini masih tidak berpihak pada orang-orang miskin. Akibatnya, jumlah orang miskin pun bertambah banyak. Selorohnya teman LSM yang lain, “Dalam program pengentasan kemiskinan, pemerintah telah berhasil meningkatkan jumlah orang miskin”. Memang benar, kebijakan pemerintah telah membuat jumlah orang miskin berlipat-lipat. Kalaupun ada upaya berpihak pada orang miskin, seringkali ini hanya lip service penguasa belaka. Mereka
tidak pernah serius mengabdikan dirinya untuk kaum papa tersebut.
Tidak ada kata tulus. Yang mengucur di mulut penguasa selalu retorika yang tak berkesudahan. Lagi-lagi, kalaupun ada, penguasa hanya menjadikan program pengentasan kemiskinan sebagai proyek belaka. Misalnya, proyek bedah rumah disunat. Dana raskin diselewengkan. Bantuan untuk sekolah miskin dipotong sekian persennya. Mental penguasa bukan mental pekerja sosial (social workers) yang mempersembahkan hidupnya untuk kepentingan masyarakat luas. Sebaliknya, mental penguasa adalah mental orang yang memperkaya diri, bermewah-mewah di tengah kesulitan masyarakat bawah.
Sangat salah jika orang miskin melabuhkan harapan pada penguasa. Hingga kapanpun, penguasa akan seperti itu. Solusinya, tentu dimulai dari kesadaran diri orang miskin. Mereka harus sadar betapa kemiskinan yang melilit mereka sesungguhnya bersifat struktural. Karena kebijakan dan sistemlah yang membuat mereka menjadi “orang miskin”. Mereka telah sedemikian rupa “dimiskinkan” oleh sistem tadi. Termasuk kebijakan penguasa yang tidak progresif mengentaskan kemiskinan melalui institusi zakat. Padahal, zakat memiliki elan dahsyat untuk mengurangi jumlah orang miskin.
Lagi-lagi, kita tidak dapat bertumpu banyak pada mereka. Orang-orang miskin harus mengorganisir diri agar dapat menyelesaikan problem mereka. Satu contoh, dengan meningkatkan sumber daya manusianya. Medianya pendidikan, misalnya. Insya’allah, dengan pendidikan, mobilitas sosial mereka juga akan naik. Secara tidak langsung, pendidikan akan menaikkan derajat dan martabat mereka. Di sinilah, mereka harus memulai kerja-kerja besar ini. Insyaallah, dengan cara-cara ini, sepuluh hingga dua puluh lagi, mereka sudah terbebas dari
kungkungan kemiskinan.
Wallahu'alam. [MN Harisuddin]

Tidak ada komentar: