Majalah Khittah Headline Animator

Minggu, 05 Agustus 2007

Panjat Kelapa dan Sistem Bermadzhab


"Setiap hari kita sudah
banyak memanfaatkan buah
dan bagian buah kelapa
seperti santan, dawet,
srondeng dan lain-lain,
bahkan tempurung kelapa,
serabut dan masih banyak
lagi."
Kalau ada yang tanya darimana didapat semua itu, maka dengan mudah sekali kita menjawab. Dari pohon kelapa, dipanjat pohonnya, diambil buahnya kemudian diolah menjadi es degan,
dawet dan lain-lain.
Bagaimana proses dan prosedur pemanjatan dan pengolahan itu ? Apa
semua orang harus memanjat sendirisendiri, mengolah sendiri-sendiri dan memanfaatkan sendiri-sendiri ?.
Semua orang boleh –bahkan harus— memanjat sendiri-sendiri, mengolah
sendiri-sendiri ? Dalam kenyataannya, tidak semua orang bisa memanjat pohon kelapa dan tidak semua orang bisa mengolah buah kelapa, sekalipun semua orang senang minum es degan,
dawet, angsle dan lain-lain.
Kalau hal ini ditanyakan kepada kiai Sersan (serius tetapi santai), insyaallah akan mendapat jawaban bahwa semuaitu (santan, dawet, es degan, angsle dan sebagainya) adalah bagian dari buah kelapa yang didapat dari panjat pohon kelapa oleh ahli panjat kelapa kemudian diolah oleh yang mampu mengolah. Yang tidak mampu panjat kelapa dan tidak mampu mengolah, tidak ada lain kecuali makan minum saja apa yang sudah ada.
Seperti ajaran tentang wudlu, nikah, dan lain-lain, adalah hasil olahan para mujtahidin dari buah kelapa yang dipanjat oleh mujtahidin yang bisa panjat kelapa. Kita tinggal makan dan
minum hasil olahan para mujtahidin. Ibaratnya, mujtahidin adalah orang bisa panjat kelapa dan mengolahnya. Sementara, awamul muslimin adalah orang yang hanya memakan dan meminum hasil olahan tersebut.
Tidak semua orang bisa menjadi mujtahid, sama halnya tidak semua orang bisa panjat kelapa dan mengolahnya. Yang tidak mampu menjadi mujtahid tidak perlu dipaksakan menjadi menjadi mujtahid.
Inilah kearifan dalam Islam. Orang yang mampu berijtihad, disilahkan untuk berijtihad. Sementara orang yang tidak mampu berijtihad, disilahkan untuk taqlid pada orang yang mampu berijtihad. [KH> Abdul Muchit Muzadi/Mustasyar PBNU]

Tidak ada komentar: