Majalah Khittah Headline Animator

Minggu, 05 Agustus 2007

Ketika Jumlah Penduduk Miskin Diperdebatkan

Jumlah penduduk
miskin di negeri ini masih
menjadi perdebatan.
Hal itu terkait dengan
pengumuman Badan
Pusat Statistik (BPS)
di Jakarta, 2 Juli lalu.
BPS menyebutkan, 37,17
juta orang atau 16,58 persen dari 224,328 juta penduduk Indonesia tergolong miskin.

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka yang dikeluarkan BPS tahun ini terbilang lebih kecil. Pasalnya, Maret 2006 lalu, jumlah penduduk miskin yang dilansir BPS masih berkisar pada angka 39,30 juta orang atau 17,75 persen dari total penduduk. Itu artinya, ada penurunan
penduduk miskin 2,13 juta jiwa.
Penetapan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 ini, menurut Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Sosial Arizal Ahnaf, ditetapkan sesuai dengan standar garis kemiskinan senilai Rp. 166.697 per kapita per bulan. Bila dibandingkan dengan garis kemiskinan pada tahun sebelumnya, yang tercatat senilai Rp. 151.997 per kapita per bulan, garis kemiskinan pada tahun 2007 ini naik 9,67 persen.
Menurut Arizal, persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesaan tidak banyak berubah. Di desa hanya berkurang 1,20 juta, sedangkan di kota berkurang 930 ribu orang. Padahal, jumlah penduduk miskin sebagian besar atau sekitar 63,52 persen, masih berada di pedesaan.
Arizal juga menjelaskan, pengurangan jumlah penduduk miskin pada saat garis kemiskinan naik lebih tinggi menunjukkan pendapatan penduduk miskin meningkat daripada garis kemiskinan tersebut. Dia memperkirakan, menurunnya jumlah penduduk miskin dikarenakan mereka berhasil memanfaatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2006 untuk kegiatan produktif, sehingga kini tidak lagi tergolong miskin.
Kendati demikian, Arizal Ahnaf mengaku bila BPS tidak memiliki data terkait dengan peningkatan pendapatan penduduk miskin yang ada. Dia juga menyebutkan, upah buruh secara riil pada periode Maret 2006 – Maret 2007, tidak mengalami kenaikan, meskipun nilai tukar petani pada periode itu meningkat dari 101 menjadi 109.
Sementara itu, ekonom dari Tim Indonesia Bangkit (TIB), Hendri Saparini menilai, turunnya angka kemiskinan pada tahun ini tidak bisa dipercaya begitu saja. Menurutnya, hal itu dikarenakan daya beli masyarakat, nilai tukar petani, serta upah buruh, justru mengalami penurunan. Apalagi BLT sudah dihentikan, dan bantuan tunai bersyarat belum dimulai.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Drajat H. Wibowo. Dia manyatakan, sulit mempercayai penurunan jumlah penduduk miskin pada tahun ini. Pasalnya, Drajat H. Wibowo menilai, pemerintah belum berhasil menstabilkan harga kebutuhan pokok yang semakin membebani masyarakat. Demikian pula dengan kenaikan pendapatan rakyat miskin. Drajat H. Wibowo berpendapat, hal itu juga sulit dipercaya. Menurutnya, tanpa ada lapangan kerja yang riil, tidak mungkin pendapatan rakyat miskin mengalami peningkatan.

Dicurigai ada Intervensi Pemerintah
Terkait dengan adanya penurunan jumlah penduduk miskin pada tahun ini, sejumlah pengamat dari TIB menganggap pemerintah mengintervensi BPS. Sebab, sebelum hasil survei diumumkan ke publik, Presiden SBY terlebih dahulu memanggil sejumlah petinggi BPS.
Iman Sugema, salah satu ekonom TIB mengungkapkan, garis kemiskinan mestinya berkisar di angka Rp. 180.000 per kapita per bulan. Jumlah tersebut didapat dari garis kemiskinan tahun lalu dikalikan dua kali ratarata infl asi Maret 2006 – Maret 2007. Menurut Iman Sugema, hal itu berdasarkan hasil kajian BPS dengan ADB (Bank Pembangunan Asia).
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, membantah tuduhan tersebut. Menurut Paskah, survei yang dilakukan BPS tahun ini justru lebih baik. Pasalnya, sampel yang dilibatkan jumlahnya lebih banyak. Tahun lalu, sampelnya 10 ribu orang, sedangkan tahun ini meningkat menjadi 68 ribu orang, sehingga metode yang digunakan juga semakin baik.
Paskah menegaskan, meski BPS berada dalam koordinasi Bappenas, pihaknya tidak pernah mempengaruhi kinerja lembaga survei resmi pemerintah tersebut. Bahkan, bila tuduhan semacam berlanjut, paskah mengakusiap disumpah pocong.
Mengenai data kemiskinan yang dipersoalkan pada tahun ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku heran dengan kontroversi tentang penurunan jumlah penduduk miskin 2,13 juta. Kalla menegaskan, data-datakependudukan dan indikator makro ekonomi yang dilansir BPS bukan pesanan pemerintah. Kalla juga mengatakan, anggota DPR dan ekonom TIB yang meragukan keabsahan data kependudukan dan indikator makro ekonomi telah bertindak tidak sportif.

Penduduk Rentan Miskin
Terlepas dari benar atau tidak jumlahpenduduk miskin tersebut, yang jelas, keberadaan penduduk miskin di negeri ini, harus segera dientaskan. Karena jika dibiarkan begitu saja tanpa ada penanganan serius, bukan tidak mungkin jumlah penduduk miskin di negeri ini akan semakin bertambah. Terlebih lagi, bila hal itu dihubungkan dengan keberadaan sejumlah penduduk yang masih berada di sekitar garis kemiskinan atau penduduk yang rentan menjadi miskin.
Menurut Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, M. Chatib Basri, penduduk yang hidup dengan pengeluaran tepat pada garis kemiskinan atau sedikit di atas garis kemiskinan, amat mudah jatuh menjadi miskin. Menurutnya, penyebab utama adalah kebutuhan akan kebutuhan pokok, seperti beras. Beras menyumbang 28,64 persen darigaris kemiskinan di pedesaan dan 18,56 di perkotaan. Berdasarkan olahan data dari BPS, Bank Dunia menunjukkan, 7,4 persen penduduk Indonesia hidup dengan pengeluaran di bawah 1 dollar AS per hari. Tidak menutup kemungkinan, angka persentase itu melonjak menjadi 49 persen jika ditambahkan jumlah penduduk yang hidup dengan pengeluaran 1-2 dollar per hari.
Sementara itu, Paul McCarthy dari Bank Dunia dalam Global Report (2003), mengutip sebuah lembaga survei di enam kota besar di Indonesia, menyebutkan, 22 persen penduduk di kota hidup dengan biaya kurang dari Rp. 350.000 per bulan pada tahun 2001. Sekitar 20 persennya hidup dengan pendapatan sekitar Rp. 350.000 sampai Rp. 500.000.
Selain itu, Bank Dunia juga mencatat,sekitar 50 persen rumah tangga di Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Di kota, tingkat kerentanan itu diperkirakan sekitar 29 persen, jauh lebih rendah dari kawasan pedesaan yang mencapai hingga 59 persen. Tapi yang jelas, tingkat kemiskinan semakin meningkat lantaran krisis ekonomi yang melanda negeri ini. [dion/dari berbagai sumber]

Tidak ada komentar: